Angiotensin Receptor Blockers atau ARB adalah salah satu jenis obat yang sering digunakan untuk mengatasi hipertensi dan gagal jantung. Meski jenis obat ini memiliki efek yang mirip dengan ACE inhibitor, cara kerjanya berbeda.
Seperti apa perbedaan ARB dan ACE inhibitor, serta obat hipertensi mana yang harus dipilih? Agar tak salah pilih, simak dulu penjelasan lengkapnya berikut ini.
Apa itu ARB?
Angiotensin Receptor Blockers atau ARB adalah obat lini pertama untuk mengatasi tekanan darah tinggi dan gagal jantung. Obat yang dikenal dengan sebutan angiotensin II receptor antagonist ini juga sering digunakan untuk mengatasi gagal ginjal kronis dan serangan jantung.
ARB bekerja dengan cara memblokir hormon angiotensin II alias hormon yang menyempitkan pembuluh darah. Hormon ini jugalah yang merangsang retensi garam dan air dalam tubuh, sehingga tekanan darah jadi meningkat.
Ketika hormon tersebut dihambat, pembuluh darah akan lebih rileks dan melebar sehingga aliran darah di dalamnya jadi lebih lancar. Semakin lancar aliran darah, jantung tak perlu bekerja ekstra untuk memompa darah. Akibatnya, tekanan darah perlahan-lahan akan menurun dan mencegah risiko kerusakan pada jantung dan ginjal.
Contoh obat antihipertensi yang tergolong ARB adalah valsartan, losartan, irbesartan, telmisartan, dan candesartan. Kata kuncinya, jika Anda menemukan obat-obatan yang memiliki akhiran ‘sartan’, itu adalah obat golongan ARB.
Salah satu merek dagang obat golongan ARB yang acap ditemui di pasaran adalah Cozaar. Obat ini memiliki kandungan losartan dan dijual dalam sediaan tablet 50 mg.
Baca juga: Kapan Waktu yang Tepat Minum Obat Hipertensi?
Siapa yang membutuhkan obat ARB?
Obat ARB bekerja dengan cara menurunkan tekanan darah. Itulah sebabnya, ARB menjadi salah satu obat andalan bagi penderita darah tinggi alias hipertensi.
Tekanan darah tinggi merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung. Tak heran jika fungsi ARB juga efektif untuk membantu menangani penyakit ginjal kronis, gagal jantung, mencegah kerusakan lebih lanjut setelah serangan jantung, hingga stroke.
Manfaat serupa juga bisa dirasakan oleh orang-orang yang mengalami penurunan fungsi ginjal. Bila digunakan dengan tepat, obat ini dapat memperlambat risiko kerusakan ginjal pada pasien.
Selain menurunkan tekanan darah, ARB mampu mengurangi peradangan dalam tubuh. Berkat itu pula, obat yang kerap disebut dengan angiotensin II receptor antagonis ini dapat diberikan untuk pasien penyakit hati berlemak non-alkohol supaya terhindar dari peradangan hati.
Baca juga: Hati-Hati! Orang Darah Tinggi Tidak Boleh Minum Obat Ini
Apa bedanya ARB dengan ACE inhibitor?
ARB memiliki sifat yang mirip dengan ACE inhibitor. Akan tetapi, keduanya memiliki cara kerja yang berbeda dan tidak boleh digunakan secara bersamaan. Lebih lengkapnya, berikut perbedaan ARB dan ACE inhibitor:
1. Cara kerja
Jika ARB bekerja dengan cara memblokir hormon angiotensin II, ACE inhibitor hanya mengurangi jumlahnya. Itulah alasannya, ARB baru diresepkan jika tubuh pasien tidak merespons ACE inhibitor.
2. Aturan konsumsi
Selain dari cara kerjanya, ARB dan ACE inhibitor berbeda dari cara mengonsumsinya. Biasanya, ARB dikonsumsi 1 x sehari di pagi hari, sedangkan ACE inhibitor sebaiknya digunakan satu jam sebelum makan.
Apa pun obat yang Anda gunakan, sebaiknya dikonsumsi dalam waktu yang sama setiap hari. Hal ini akan membantu meningkatkan efektivitas obat sekaligus mencegah kelupaan konsumsi obat.
3. Efek samping
Setiap jenis obat dapat menimbulkan reaksi efek samping pada penggunanya. Begitu juga dengan ARB dan ACE inhibitor.
Efek samping ACE inhibitor dapat memicu batuk kering pada sebagian orang, sedangkan ARB bisa menyebabkan pusing, sakit kepala, hingga kelelahan. Segera konsultasikan ke dokter jika efek samping berlanjut atau memburuk.
Baca juga: Pembengkakan Jantung: Penyebab, Gejala, dan PengobatanPembengkakan Jantung: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan
Jangan sembarangan konsumsi obat ARB
Meski sama-sama bisa membantu menurunkan tekanan darah, obat ARB maupun ACE inhibitor ternyata tidak bisa digunakan oleh semua orang. Kedua obat ini tidak boleh dipakai oleh wanita hamil atau yang sedang merencanakan kehamilan, karena diketahui bisa meracuni janin.
Selalu ikuti dosis dan aturan minum obat dari dokter, baik itu obat antihipertensi golongan ARB maupun ACE inhibitor. Beri tahu dokter jika Anda memiliki riwayat alergi, penyakit, atau sedang mengonsumsi obat-obatan maupun suplemen tertentu. Dengan penggunaan yang tepat, obat ARB dapat memberikan hasil yang maksimal dalam menurunkan tekanan darah tinggi dan mencegah risiko penyakit lainnya.
Baca juga: Tekanan Darah Normal, Rendah, Tinggi, dan Cara Menjaganya
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.