Pandemi COVID-19 mengubah banyak hal, termasuk cara berkonsultasi kesehatan mental dengan psikolog dan psikoterapis. Awalnya, konsultasi dan terapi dilakukan dengan cara tatap muka. Akan tetapi, keharusan menjaga jarak ‘memaksa’ kita mencoba prosedur baru, salah satunya konsultasi atau terapi secara daring (online).
Konsultasi dan terapi jarak jauh memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Metode ini dinilai cocok bagi para penyandang disabilitas dan lansia yang ruang geraknya benar-benar sangat terbatas selama pandemi.
Meski demikian, konsultasi online yang mengandalkan teknologi, terutama internet, juga bisa sangat terganggu akibat kendala teknis. Bayangkan jika koneksi internet terhambat selama konsultasi. Selain itu, pertemuan secara online tak jarang terasa kikuk karena tidak biasa dilakukan. Akibatnya, kamu justru merasa tidak nyaman selama konsultasi.
Baca juga: Anggapan Salah tentang Orang dengan Gangguan Jiwa
Hanya karena memiliki sejumlah kelemahan, bukan berarti kamu disarankan mengesampingkan jadwal terapi atau konsultasi. Jika merasa tidak nyaman, kamu bisa mendiskusikannya dengan terapis atau psikologmu. Siapa tahu mereka bisa menyusun sesi tatap muka secara khusus.
Jika tidak bisa, kamu harus tetap menjalankan sesi konsultasi dan terapi. Bagaimanapun, kesehatan mentalmu harus menjadi prioritas, terutama di situasi serba-tidak menentu seperti sekarang. Karena itu, belajarlah untuk beradaptasi dengan situasi baru ini.
Berikut langkah yang bisa kamu lakukan jika harus beralih pada konsultasi dan terapi kesehatan mental secara online.
Baca juga: 7 Tips Tetap Sehat Mental Selama Fase New Normal
Sediakan waktu dan ruangan khusus
Salah satu keunggulan konsultasi online adalah sifatnya yang fleksibel. Selama terapi yang kamu jalani tidak membutuhkan obat-obatan resep, kamu tidak perlu repot-repot ke rumah sakit. Meski demikian, bukan berarti kamu tidak membutuhkan persiapan.
Aturlah jadwal sedemikian rupa supaya sesi konsultasimu jadi lebih optimal. Jika kamu tidak bisa berkonsultasi saat akhir pekan atau waktu libur kerja, berdiskusilah dengan rekan atau pimpinan kerjamu supaya kamu diberi waktu kosong sesuai durasi konsultasi.
Jangan sampai kamu melakukan konsultasi di tengah-tengah pekerjaan. Bukannya tidak mungkin, sih, pastikan sesi konsultasimu tidak terganggu dengan panggilan telepon atau berbagai interupsi lainnya.
Kamu juga boleh mempersiapkan ruangan khusus selama sesi. Jika memungkinkan, buat ruangan senyaman mungkin dan bebas gangguan. Toh, selama menjalani terapi tatap muka, yang ada dalam ruangan konsultasi hanya kamu dan terapismu, bukan? Dengan menciptakan suasana yang mirip, diharapkan kamu bisa menjalani terapi dengan nyaman.
Baca juga: Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia, Jaga Kesehatan Mental Sejak Dini, Yuk!
Membuat jurnal emosi
Perubahan format konsultasi dan terapi berpotensi membuat kamu merasa tidak nyaman di awal-awal penerapan. Tak jarang, perasaan tidak nyaman membuat kamu lupa dengan apa yang sebenarnya ingin kamu bicarakan dengan terapis atau psikolog.
Untuk menghindari hal seperti itu, catatlah pikiran atau perubahan emosi sebelum sesi dimulai. Jika memungkinkan, kamu juga bisa mencatatnya setiap hari. Selain dapat menghindarkan kamu dari lupa, mencatat pikiran dan emosi setiap hari juga memudahkan terapis untuk memantau perkembanganmu secara berkala. Di sisi lain, kamu juga dapat mengenal dan menyadari perubahan yang terjadi pada diri sendiri.
Jika mengalami kesulitan untuk membicarakan pikiran dan emosimu saat sesi, kamu juga bisa membacakan catatan yang sudah dipersiapkan. Kalau tetap merasa kesulitan, kirimkan catatan kamu kepada terapis dengan menggunakan fitur chat atau pesan singkat. Dengan begitu, kamu tetap dapat menerima terapi dan perawatan yang optimal.
Baca juga: Berita Virus Corona Bikin Panik? Tenangkan Diri dengan Cara Ini
Berlatih menyampaikan emosi dengan jelas
Salah satu kelemahan konsultasi online adalah terapis tidak dapat melihat bahasa tubuh dan mimik wajah kamu dengan jelas, begitu pula sebaliknya. Kamu mungkin kesulitan mengetahui respons terapis karena tidak dapat melihat gerak wajah dan tubuhnya secara langsung meski menggunakan panggilan video.
Berangkat dari situ, mau tidak mau kamu harus beradaptasi dengan belajar menyampaikan emosi dan pikiran. Dengan begitu, terapis atau psikolog memiliki dasar untuk menerapkan terapi.
Jangan lupa bahwa tidak ada hal yang terlalu kecil, besar, bahkan memalukan untuk disampaikan selama sesi. Percayalah pada terapis dan psikologmu. Dengan kerja sama yang seperti ini, kalian dapat menemukan jalan keluar untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang kamu alami.
Baca juga:
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.