Siapa yang tidak khawatir saat melihat sang buah hati tiba-tiba mengalami muntah-muntah. Apalagi kalau bayi sering muntah setelah minum susu atau makan hingga badannya lemas karena dehidrasi atau kekurangan cairan. Berusaha tetap tenang memang tak mudah. Agar tidak panik, yuk, kenali berbagai penyebab bayi muntah dan cara mengatasinya berikut ini.
Muntah beda dengan gumoh
Sekilas tampak mirip, perlu diketahui bahwa muntah itu berbeda dengan gumoh. Gumoh lebih sering terjadi pada bayi yang masih kecil, terutama setelah menyusui. Kondisi ini ditandai dengan keluarnya cairan yang hanya sedikit atau mungkin sekadar menetes.
Sementara itu, muntah pada bayi ditandai dengan keluarnya cairan dari mulut. Jumlahnya lebih banyak dan terkadang menyembur, sering kali membuat bayi menangis atau rewel dan mungkin disertai gejala lainnya.
Baca selengkapnya: Kenapa Bayi Sering Gumoh? Inilah Penyebab dan Solusinya
Penyebab bayi muntah
Penyebab bayi muntah bisa bermacam-macam, mulai dari yang ringan hingga berat, di antaranya:
1. Masalah makan atau menyusu
Beberapa bulan pertama kehidupannya, muntah pada bayi kemungkinan besar karena masalah makanan. Bisa karena terlalu banyak minum susu (overfeeding) atau gangguan pencernaan.
Penyebab muntah pada bayi yang tergolong jarang yaitu alergi terhadap protein dalam ASI atau susu formula.
Baca selengkapnya: 6 Penyebab Bayi Sering Muntah Setelah Minum ASI
2. Menangis berlebihan
Anda mungkin menyadari bahwa ketika bayi atau anak-anak sedang menangis terlalu kuat atau lama, ia cenderung akan batuk-batuk lalu disusul dengan muntah. Jika ini terjadi, Anda tak perlu khawatir karena jarang sekali yang menimbulkan masalah serius.
3. Infeksi virus atau bakteri
Setelah bayi berumur beberapa bulan berikutnya, penyebab bayi muntah paling sering dipengaruhi oleh infeksi virus pada saluran cerna dan penyakit usus lainnya.
Selain muntah, virus atau bakteri yang menginfeksi lapisan lambung atau usus bayi juga menyebabkan diare, kehilangan nafsu makan, sakit perut, dan demam. Muntah biasanya akan berhenti setelah 12 hingga 24 jam.
4. Infeksi lain
Hidung mampet, pilek, atau infeksi saluran pernapasan juga bisa menyebabkan muntah, terutama ketika bayi terbatuk-batuk. Selain itu, infeksi saluran kemih dan bahkan infeksi telinga terkadang juga dapat menyebabkan mual dan muntah.
Bahayanya, muntah pada bayi juga merupakan gejala penyakit serius seperti pneumonia, meningitis, radang usus buntu, dan, dalam kasus yang jarang, sindrom Reye.
5. Penyakit GERD
Jika bayi tampak sehat, tetapi mengalami muntah setelah minum susu atau makan, salah satu kemungkinan penyebabnya adalah penyakit gastroesophageal reflux (GERD). Refluks terjadi ketika otot antara esofagus bayi dan lambung tidak bekerja dengan benar, sehingga makanan dan asam lambung akan kembali naik dari lambung ke tenggorokan.
Ini akan terasa begitu menyakitkan, perut terasa panas, dada dan tenggorokan terasa seperti terbakar, walaupun bayi belum bisa mengatakannya. Jika Anda mencurigai si kecil mengalami GERD, segera bawa anak ke dokter terdekat.
6. Stenosis pilorus
Stenosis pilorus adalah salah satu penyebab bayi muntah yang termasuk kelainan bawaan. Kondisi ini umumnya terjadi beberapa minggu pertama setelah bayi dilahirkan dan jarang terjadi setelah bayi berusia 6 bulan.
Pada bayi dengan stenosis pilorus, otot yang mengontrol saluran tempat lewatnya makanan dari lambung ke usus menjadi mengencang sehingga makanan tidak bisa melewatinya. Akibatnya, isi lambung akan kembali naik dan dikeluarkan sebagai muntah.
Gejala stenosis pilorus biasanya ditandai dengan muntah proyektil kuat dan memerlukan perhatian medis segera, karena sangat berpotensi menyebabkan kekurangan gizi, dehidrasi, dan masalah kesehatan lainnya. Stenosis pilorus dapat diperbaiki dengan operasi.
7. Mabuk perjalanan
Bayi dan anak-anak juga bisa mengalami mabuk perjalanan, misalnya ketika bayi diajak bepergian jauh dengan mengadarai mobil, bus, atau kapal laut. Para ahli percaya bahwa mabuk perjalanan terjadi ketika adanya ketidakseimbangan antara apa yang bayi lihat dan rasakan dengan pergerakan tubuhnya. Kondisi ini diatur oleh sensor keseimbangan yang ada pada telinga bagian dalam dan beberapa saraf di otak.
Baca juga: Obat Mabuk Perjalanan, Teman di Kala Travelling
8. Keracunan
Penyebab bayi muntah lainnya yang sulit dideteksi adalah keracunan. Hal ini dapat terjadi ketika bayi menelan sesuatu yang beracun seperti obat-obatan, tanaman, atau bahan kimia. Bisa juga melalui makanan atau air yang terkontaminasi. Selain muntah, bayi juga biasanya akan mengalami diare.
Cara mengatasi bayi muntah
Cara-cara berikut ini dapat membantu mengatasi sekaligus mencegah muntah pada bayi:
- Jika bayi muntah setelah disusui, berikan susu sedikit-sedikit, lalu tepuk-tepuk punggungnya perlahan sampai ia bersendawa. Caranya tegakkan badan bayi atau anak setelah menyusui dalam beberapa menit sampai ia bersendawa.
- Apabila terdapat banyak dahak dan lendir karena bayi sedang pilek, cobalah gunakan semprotan khusus untuk membersihkan hidungnya dengan cairan saline. Cara ini mungkin akan membuat bayi tak nyaman, tetapi tidak menyakitkan dan dapat membantu meredakan hidung tersumbat dan tentunya agar bayi tidak muntah. Baca selengkapnya: Cara Mengatasi Batuk Pilek pada Bayi
- Jika bayi muntah karena mabuk perjalanan, lebih banyaklah berhenti selama perjalanan untuk memberikan kesempatan kepada bayi agar mendapatkan udara segar dan menenangkan perutnya. Bagi bayi yang sudah makan, berilah camilan sehat sebelum perjalanan dimulai dan sediakan cairan untuk dapat diminum. Pastikan si kecil tidak kekurangan cairan nantinya yang malah akan membuat kondisi menjadi lebih buruk.
- Jangan sembarang memberikan obat muntah pada anak atau bayi tanpa rekomendasi dari dokter. Segera hubungi dokter jika kondisi bayi tak kunjung membaik.
Sebelum memberikan penanganan, pastikan untuk mengetahui penyebab bayi muntah terlebih dahulu. Setiap penyebab memiliki penanganan yang berbeda-beda. Jika Anda sudah melakukan segala cara tapi bayi masih terus-terusan muntah, segera bawa si kecil ke dokter anak terdekat.
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.