Prednisone adalah kortikosteroid sintetis yang digunakan sebagai agen anti alergi, imunosupresan, anti inflamasi dan anti shock. Obat ini memiliki aktivitas yang lebih lemah daripada dexamethasone.
Prednisone bekerja dengan cara menembus membran sel sehingga akan terbentuk suatu kompleks steroid-protein reseptor. Di dalam inti sel, kompleks steroid-protein reseptor ini akan berikatan dengan kromatin DNA dan menstimulasi transkripsi mRNA yang merupakan bagian dari proses sintesa protein. Sebagai anti inflamasi, obat ini menekan migrasi neutrofil, mengurangi produksi prostaglandin (senyawa yang berfungsi sebagai mediator inflamasi), dan menyebabkan dilatasi kapiler. Hal ini akan mengurangi repon tubuh terhadap kondisi peradangan (inflamasi).
Obat ini biasanya tersedia berupa prednison tablet 5 mg.
golongan
Harus dengan resep dokter
Indikasi
Kegunaan Prednisone adalah untuk pengobatan kondisi-kondisi berikut :
- Obat ini paling umum digunakan untuk mengatasi reaksi radang dan alergi.
- Obat golongan kortikosteroid seperti prednisone digunakan untuk berbagai indikasi seperti radang reumatik, radang tenggorokan, tiroiditis, radang usus (ulcerative colitis), penyakit crohn, radang karena asma, insufiensi adrenocortical, hiperkalsemia pada penderita kanker, Penyakit Paru Obstruktive Kronis (PPOK), CIDP, TBC parah, urtikaria (gatal-gatal), pneumonitis lipid, perikarditis, multiple sclerosis, sindrom nefrotik, lupus, myasthenia gravis, penyakit meniere, dan sebagai salah satu obat yang digunakan mencegah reaksi penolakan pada prosedur transplantasi organ.
- Prednisone banyak digunakan untuk mengobati leukemia limfoblastik akut, non-hodgkin limfoma, limfoma hodgkin, multiple myeloma dan tumor hormon-sensitif lainnya. Penggunaanya bisa dikombinasikan dengan obat-obat kanker lainnya.
- Digunakan juga untuk menangani reaksi Herxheimer. Reaksi samping yang umum selama terapi pengobatan sifilis.
- Karena kemampuannya menekan kelenjar adrenal, prednisone bisa digunakan dalam terapi pengobatan hiperplasia adrenal kongenital.
- Prednisone dapat digunakan dalam pengobatan gagal jantung dekomposisi untuk mempotensiasi respon ginjal terhadap diuretik.
Kontra indikasi
- jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang memiliki riwayat hipersensitif pada obat golongan kortikosteroid.
- Prednisone, sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang menderita tukak lambung, osteoporosis, diabetes mellitus, infeksi jamur sistemik, glaukoma, psikosis, psikoneurosis berat, penderita TBC aktif, herpes zoster, herpes simplex, infeksi virus lain, sindroma Cushing dan penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
Efek samping
Efek samping prednisone dapat digolongkan menjadi : efek samping terkait penggunaan jangka pendek ( 3 minggu), dan yang terkait dengan penggunaan jangka panjang (lebih dari 3 minggu). Berikut adalah beberapa efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan prednisone :
- Efek samping pada penggunaan jangka pendek : retensi natrium, hiperglikemia dan intoleransi glukosa, hipokalemia, gangguan pada saluran pencernaan (dyspepsia, tukak lambung (dengan perforasi), abdominal distention, pankreatitis akut, ulserasi esophageal dan kandidiasis), depresi reversible pada Hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) axis, dan perubahan suasana hati (euforia ringan, insomnia, gugup, gelisah, mania, catatonia, depresi, delusi, halusinasi, dan perilaku kekerasan).
- Efek samping pada penggunaan jangka panjang : Cushing sindrom (yaitu gejala-gejala seperti muka tembem, penebalan seperti selulit pada punggung dan perut), depresi HPA, hirsutisme atau virilisme, impotensi, menstruasi/haid tidak teratur, penyakit ulkus peptikum, katarak dan peningkatan tekanan intraokular / glaukoma, miopati, osteoporosis, dan fraktur kompresi vertebral.
Baca dosis, efek obat terhadap wanita hamil, dan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan selama menggunakan obat ini di halaman berikutnya...
Perhatian
Hal-hal yang harus diperhatikan selama menggunakan prednisone :
- Penderita gangguan pencernaan seperti tukak lambung dan kolitis ulceratif sebaiknya hati-hati jika menggunakan prednisone, karena beresiko terjadinya perdarahan pada saluran pencernaan.
- Pasien yang memiliki gangguan fungsi hati dan ginjal misalnya pasien usia lanjut, prednisone diberikan dengan dosis terendah dan durasi sesingkat mungkin.
- Pasien penderita hipertensi, infark miokard, gagal jantung kongestif, gagal hati, epilepsi, hipotiroid, glaukoma (termasuk riwayat keluarga), perforasi kornea, dan memiliki riwayat steroid miopati, harus mendapatkan perhatian serius jika menggunakan obat ini.
- Obat-obat glukokortikoid termasuk prednisone, meningkatkan pembentukan glukosa dari protein. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah sehingga pemberian obat ini pada penderita diabetes mellitus sebaiknya dihindari.
- Penggunaan protein dalam proses pembentukan glukosa, juga menyebabkan pengeroposan tulang karena matriks protein penyusun tulang menyusut drastis. Oleh karena itu penggunaan obat ini pada pasien yang memiliki resiko besar seperti usia lanjut sangat tidak dianjurkan. Untuk anak-anak hal ini dapat menghambat pertumbuhan, khususnya pertumbuhan tulang. Gangguan pertumbuhan ini mungkin tidak reversible.
- Prednisone seperti glukokortikoid lainnya, juga mempengaruhi proses metabolisme lemak termasuk distribusinya di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan efek di beberapa bagian tubuh seperti wajah yang kelihatan lebih tembem (Cushing sindrom). Efek samping ini, sering disalahgunakan dengan cara menambahkan obat ini ke dalam produk-produk penambah berat badan ilegal. Pemakai produk ilegal ini mengira dirinya mengalami kenaikkan berat badan, padahal hal itu adalah efek samping dari prednisone, yang sangat berbahaya jika obat ilegal itu dikonsumsi dalam jangka waktu lama.
- Obat ini menurunkan fungsi limfa yang mengakibatkan sel limfosit berkurang dan mengecil. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan sistem kekebalan tubuh akibat pemakaian prednisone. Sistem kekebalan tubuh yang menurun menyebabkan pasien lebih rentan terkena penyakit cacar dan campak.
- Obat-obat sistemik kortikosteroid diketahui ikut keluar bersama air susu ibu (ASI). Karena efek obat ini bisa menggangu pertumbuhan, mengganggu produksi kortikosteroid endogen, atau efek yang tak diinginkan lainnya, ibu menyusui sebaiknya tidak menggunakan prednisone.
- Jangan menghentikan pemakaian obat ini secara tiba-tiba tanpa sepengetahuan dokter terutama pada penggunaan jangka panjang karena dapat mengakibatkan gejala-gejala seperti mialgia, artralgia dan malaise.
Toleransi terhadap kehamilan
FDA (badan pengawas obat dan makanan amerika serikat) mengkategorikan prednisone kedalam kategori C dengan penjelasan sebagai berikut :
Penelitian pada reproduksi hewan telah menunjukkan efek buruk pada janin dan tidak ada studi yang memadai dan terkendali dengan baik pada manusia, namun jika potensi keuntungan dapat dijamin, penggunaan obat pada ibu hamil dapat dilakukan meskipun potensi resiko sangat besar.
Penelitian pada hewan memang tidak selalu bisa dijadikan dasar keamanan pemakaian obat terhadap wanita hamil. Namun fakta bahwa obat ini telah menunjukkan efek buruk pada janin hewan harus menjadi perhatian serius jika ingin menggunakan prednisone untuk wanita hamil. Disarankan hanya digunakan jika tidak ada pilihan lain yang lebih aman.
interaksi obat
Berikut adalah interaksi prednisone dengan obat-obat lain :
- Pemberian bersamaan dengan calium depleting agent seperti ampoterisin B atau diuretik, bisa meningkatkan potensi terjadinya hipokalemia.
- Obat-obat antibiotik golongan macrolide menurunkan klirens obat-obat kortikosteroid. Hal ini akan meningkatkan konsentrasi kortikosteroid dalam plasma sehingga meningkatkan efeknya.
- hal sama juga terjadi jika diberikan bersamaan dengan cholestyramine.
- Penggunaan bersama agen antikolinesterase (seperti, neostigmin, piridostigmin) dapat memperparah kondisi pasien myasthenia gravis.
- Waspadai kemungkina perdarahan jika digunakan bersamaan dengan antikoagulan warfarin.
- Obat-obat kortikosteroid dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Dosis obat-obat anti diabetes mellitus mungkin perlu ditingkatkan.
- Kortikosteroid menurunkan konsentrasi plasma isoniazid.
- Baik kortikosteroid maupun bupropion dapat menurunkan ambang kejang.
- Penggunaan bersamaan dengan antibiotik fluoroquinolone (ciprofloxacin, levofloxacin) meningkatkan resiko terjadinya tendon pecah, terutama pada pasien lanjut usia.
- Obat yang menginduksi sitokrom P450 3A4 (CYP 3A4) (misalnya, barbiturat, fenitoin, karbamazepin, rifampisin) meningkatkan metabolisme kortikosteroid, sehingga menurunkan efeknya.
- Obat yang menghambat CYP 3A4 (misalnya, ketoconazole, itraconazole, ritonavir, indinavir, antibiotik macrolide seperti erythromycin) memiliki potensi untuk menghasilkan peningkatan konsentrasi plasma kortikosteroid, sehingga meningkatkan efeknya.
- Penggunaan dengan NSAID (seperti asam mefenamat, ibuprofen dll) meningkatkan resiko efek samping pada saluran pencernaan.
Dosis prednisone
prednisone diberikan dengan dosis sebagai berikut :
- Sediaan oral :
dosis awal 10-20 mg / hari (pada kasus berat bisa sampai 60 mg / hari). Obat sebaiknya digunakan setelah sarapan. Dosis bisa diturunkan selang beberapa hari namun pengobatan tetap dilanjutkan sampai beberapa minggu atau bulan.
Dosis pemeliharaan : 2.5-15 mg/hari. Dosis dapat ditingkatkan sampai di atas 7.5 mg /hari.
- Sediaan injeksi :
25-100 mg. Obat diberikan 1-2 x seminggu.
Terkait
- merk-merk obat dengan kandungan zat aktif prednisone
- merk-merk obat yang termasuk kortikosteroid