Beberapa ahli menduga bahwa penyebab trypophobia berasal dari karakteristik DNA manusia itu sendiri yang cenderung merasa jijik dengan pola lubang berkerumun. Pendapat lain mengatakan insting, kecurigaan atau pengalaman masa lalu penderitanya lah yang berperan dibelakangnya.
Kurun waktu beberapa tahun terakhir, istilah trypophobia semakin mendunia dan menarik banyak orang untuk membahasnya. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan rasa jijik atau ketakutan ketika melihat pola lubang berkerumun ini masih menyisakan teka-teki mengenai penyebab pasti yang melatarbelakanginya.
Para ahli pun berbeda pendapat mengenai perasaan yang timbul didalamnya, apakah merupakan reaksi ketakutan atau justru reaksi jijik? Bahkan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM–5), istilah trypophobia pun tidak termuat didalamnya. Lantaran belum diakui secara resmi sebagai suatu jenis penyakit atau fobia spesifik.
Penyebab trypophobia berdasarkan penelitian para ahli
Membahas penyebab juga reaksi sebenarnya yang timbul pada kasus trypophobia agak sedikit rumit. Berbeda dengan fobia pada umumnya, seperti fobia ketinggian (acrophobia) atau fobia pada ruang sempit (claustrophobia) yang benar-benar mencerminkan reaksi ketakutan.
Penelitian terdahulu pada 2013 menunjukkan bahwa trypophobia merupakan suatu reaksi ketakutan akan ancaman yang dikenal sebagai respon fight-or-flight. Namun, hasil penelitian ini kemudian seakan terbantahkan seiring hasil temuan terbaru.
Berdasarkan hasil penelitian terbaru pada 2017 kemarin, para ahli menyebutkan bahwa trypophobia timbul karena rasa jijik. Lantaran pola lubang berkerumun (clustered holes) seperti yang ditemukan pada sarang lebah atau biji bunga teratai menyerupai penyakit atau infeksi parasit.
Para ahli menduga hal ini dilatarbelakangi oleh karakteristik DNA manusia itu sendiri. Kendati demikian, pendapat lain mengatakan bahwa faktor insting, kecurigaan atau pengalaman masa lalu-lah yang memiliki andil besar dibalik timbulnya trypophobia.
Berikut uraian selengkapnya:
1. DNA
Beberapa ahli percaya bahwa penyebab trypophobia berasal dari karakteristik DNA manusia itu sendiri yang cenderung menolak atau merasa jijik dengan pola lubang berkerumun (clustered holes). Pendapat ini selaras dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh periset dari Emory University, Vladislav Ayzenberg.
Berdasarkan hasil penelitiannya terhadap 85 orang sukarelawan, diketahui bahwa trypophobia timbul karena rasa jijik. Hal itu dibuktikan dengan melihat reaksi dari sebagian besar sukarelawan yang menunjukkan penyempitan pupil dan detak jantung serta pernapasan yang lebih lambat setelah ditunjukkan sejumlah gambar pemicu trypophobia.
Reaksi tersebut bertentangan dengan ciri-ciri dari respon ketakutan manusia akan ancaman (fight-or-flight response ) yang umumnya ditandai dengan pelebaran pupil dan peningkatan detak jantung secara tiba-tiba.
2. Insting
Manusia dibekali dengan insting atau naluri alami guna memastikan dirinya agar selalu aman. Insting ini memungkinkan pikiran manusia untuk bereaksi dengan beberapa bentuk atau pola yang dianggap membahayakan.
Hal ini pun tercermin dari hasil penelitian yang dimuat dalam Psychological Science pada tahun 2013 silam. Disebutkan bahwa trypophobia muncul karena adanya rangsangan dari karakteristik visual dasar manusia yang mereprentasikan dan menghubungkan pola lubang berkerumun dengan pola yang sama pada beberapa binatang berbahaya.
Dengan begitu, ia akan bertindak cerdas dengan menjauhi atau menjaga jarak dari sesuatu hal yang dianggapnya berbahaya. Meski demikian, nampaknya respon adaptif yang dimiliki trypophobes ini terlalu berlebihan, lantaran apa yang dilihatnya itu hanyalah sebuah gambar.
3. Kecurigaan
Ketika melihat atau menemukan suatu lubang, wajar jika terlintas kecurigaan juga rasa keingintahuan tentang apa yang ada didalamnya. Alih-alih memunculkan rasa keingintahuan yang besar, kecurigaan pada trypophobia ini justru memicu rasa cemas.
Mengakibatkan timbulnya berbagai pikiran negatif, seperti membayangkan mahluk menggelikan yang mungkin merayap atau merangkak keluar dari lubang tersebut.
Kecurigaan semacam inilah yang lantas membuat ketidaknyamanan dan timbulnya gejala seperti bergidik dan mual ketika melihat sejumlah gambar pemicu, seperti sarang lebah hingga buih pada permukaan air kopi.
4. Pengalaman Masa Lalu
Trypophobia juga dapat disebabkan oleh pengalaman masa lalu. Dimana orang tersebut pernah mengalami suatu kondisi yang menyebabkan terciptanya klaster lubang di tubuh, seperti sengatan lebah, cacar air, campak dan lainnya.
Kondisi seperti ini dapat disebut juga dengan 'priming dan conditioning'. Suatu efek yang muncul akibat insiden kecil di masa lampau yang masih tersimpan dan terekam dalam ingatan, sehingga akan menimbulkan reaksi berlebihan ketika menjumpai rangsangan sejenis di lain waktu.
Adanya perbedaan pendapat mengenai reaksi juga penyebab dibalik terjadinya trypophobia ini memang merupakan suatu kewajaran dalam dunia sains. Dimana suatu penelitian terdahulu harus siap difalsifikasi atau dipatahkan sewaktu-waktu ketika terdapat data-data terbaru maupun pemahaman yang lebih komprehensif.
Dibutuhkan penelitian lebih banyak dan mendalam sebelum trypophobia benar-benar dapat diakui sebagai suatu penyakit atau fobia spesifik.
Baca juga: Trypophobia: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan
Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.